PPC Lokal Indonesia

Sunday, May 18, 2014

KUNCI SUKSES DALAM HIDUP

Kisah Saya Sebelum Sukses

http://www.Zeyreg.com/?id=archicad



Kirim Artikel ke Teman

Inspirasi Sukses Total

Dia-lah Yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu. Maka berjalanlah di segala penjurunya & makanlah rezki-NYA, (yang tidak terbatas jumlahnya).

~ Q ur'an: Al-Mulk: 15 ~    


Langsung saja, ini adalah kisah saya dahulu, saya sebelum sukses.
Sebelum mengetahui sistem Sukses Total yang sekarang saya ajarkan di website ini, saya sama seperti kebanyakan orang Indonesia lainnya, yaitu orang kebanyakan.
Tidak ada yang istimewa. Kata orang saya cerdas. Ber-IQ tinggi. Mungkin. Saya selalu lulus sekolah mulai dari SD sampai Universitas sebagai lulusan TERBAIK. Saya adalah wisudawan dengan nilai lulus (IPK) tertinggi di kampus saya yang memiliki mahasiswa ribuan orang jumlahnya.
Berarti mungkin benar saya pintar. Itu karunia yang diberikan Tuhan kepada saya.


The Missing/Forgotten Life's Manual
(Panduan Hidup yg Hilang/Terlupakan)

Tapi rupanya karunia itu tidak banyak membantu ketika saya harus menghadapai kerasnya kehidupan.
Mungkin ini pula yang dialami kebanyakan orang sehingga mereka tetap saja menjadi orang kebanyakan meski dibekali potensi tinggi oleh Tuhan.
Kecuali orang-orang yang memiliki kemampuan lebih dan kebijaksanaan dalam membaca petunjuk Tuhan tentang hidup dan kehidupan yang kadang sangat halus terteranya di alam raya sekitar kita ini.
Lagi pula seperti kebanyakan orang, kita tidak diajarkan sedari kecil/dini, baik oleh orang tua kita sendiri maupun lembaga sekolah yang kita masuki, tentang 'life skills' atau ketrampilan hidup yang sesungguhnya.
Sering orang tua mengajarkan kita apa yang mereka tahu dari pengalaman mereka sendiri, sementara kita harus hidup di masa nanti ketika situasi dan kondisinya sudah sama sekali lain. Sehingga ajaran orang tua kita itu seringkali sudah tidak relevan lagi (atau obsolete bahasa Inggrisnya.)
Di sekolah lebih parah lagi. Sering kita hanya dicekoki materi pelajaran yang justru sering tidak relevan dengan yang kita butuhkan dalam kehidupan sebenarnya di dunia nyata.
Saya pernah hapal nama semua menteri, nama semua sungai, semua ibu kota propinsi dsb. Tapi apa yang saya hapalkan tersebut tidak pernah muncul sebagai penolong ketika hidup saya mengalami keadaan darurat.
Dalam semua job interview yang saya ikuti, saya tidak pernah harus menjawab pertanyaan-pertanyaan, gunung apa yang tertinggi di Indonesia, ibukota propinsi A apa, atau berapa jumlah pulau yang ada di Indonesia, dsb.
Ketika anak saya berulah dan saya tidak tahu lagi harus bagaimana mengatasinya, bukan nama-nama menteri atau kabinet negara yang muncul memberikan solusi.
Ketika gaji saya tidak naik juga, rupanya fakta bahwa di sekolah dulu saya selalu rangking satu tidak bisa mengubahnya juga.
Pokoknya, kecuali Anda berencana untuk menjadi kaya ala Jamal Malik (dari Slumdog Millionaire), yang kaya karena memenangkan kuis "Who wants to be a millionaire?", ada banyak hal yang telah kita pelajari di sekolah yang tidak benar-benar bermanfaat. Sementara, apa yang benar-benar bermanfaat untuk kehidupan kita bisa jadi malah tidak diajarkan.
Tapi itulah kenyataan hidup. Itulah fakta yang ada di sekitar kita.
(Eh, tapi jangan pesimis dulu, lho. Ada perkembangan menggembirakan di dunia pendidikan tanah air akhir-akhir ini, di mana banyak sekolah sudah mulai menyadari pentingnya mengajarkan "relevant life skills" kepada siswanya, dan bukan hanya pelajaran berbasis "content" yang memiliki masa kadaluarsa.)
Kembali ke cerita hidup saya. Seperti kebanyakan orang tumbuh besar dan menjalani kehidupan ini dengan tanpa memiliki pegangan yang kuat bagaimana hidup dan menghadapi semua masalah kehidupan; apalagi tentang bagaimana menikmati kesuksesan, wah itu malah saya lebih tidak tahu lagi.
Saya jatuh dan bangun, meraba-raba dalam gelap dan melakukan trial and error, hit and miss tiada habisnya, karena tidak dibekali peta hidup.


Dahulu/Sebelum (Before)

Sampai paling tidak lima tahun lalu, sampai usia saya mencapai kepala 3, saya masih belum tahu, orang kaya itu pohon uangnya ditanam di mana. Kok, kayaknya hidup mereka itu begitu mudah, sementara saya 'bokek' terus tiada habisnya.
Bertahun-tahun yang saya tahu tentang kesuksesan adalah bekerja keras, rajin, jangan membolos, harus punya tujuan (set your goal), punya motivasi tinggi, jangan menyerah, coba semua cara, yang penting kita terus ikhtiar, jangan lupa menabung demi masa depan, sebagaimana yang diajarkan oleh conventional wisdom zaman kita ini.
Yang saya bingungkan, setelah semua ikhtiar saya lakukan, kok hasilnya begitu-begitu saja, ya.
Ikhtiarnya itu harus yang bagaimana gitu? "There must be something missing here", pikir saya.
Tapi alih-alih mencari apa yang kira-kira hilang atau terlewatkan itu, sebagaimana banyak manusia lainnya, saya juga dijejali oleh petuah, bahwa hasil dari usaha kita itu terserah Tuhan. Yang penting kamu usaha dan berdoa, mau dikabulkan atau tidak, itu terserah DIA.
Dan ini memang betul.
Cuma yang saya heran, kenapa semua usaha saya lebih banyak tidak berhasilnya. Jadi lebih mirip aim, hit and...miss... terus-menerus.
Lingkaran setan: coba ini, lakukan dengan segenap kemampuan, lalu...gagal....
Sering saya bertanya pada diri sendiri, apa saya sebagai manusia begitu buruknya, sehingga Tuhan 'lupa' kepada saya.
Di bagian keistimewaan sistem Sukses Total, Anda sudah membaca tentang bagaimana desperate-nya saya dalam usaha saya meningkatkan kemakmuran hidup saya. Semua sudah pernah saya coba. Tanpa hasil yang bertahan lama.
Bertahun-tahun hidup saya sekeluarga jatuh bangun, dengan masalah dan kesulitan tiada henti. Sebagai seorang perantau di belantara ibu kota yang menjadi guru bergaji tidak seberapa sementara pasangan hidupnya adalah korban PHK, membesarkan satu dua anak saja sudah cukup susah, apalagi bila kita ingin melakukannya dengan penuh martabat dan dengan segala kelayakan sebagaimana layaknya manusia.
Bertahun-tahun kami jadi "kontraktor", istilahnya, alias tinggal di rumah kontrakan sempit, berkamar satu, itupun tanpa dinding penyekat. Kalau hujan bocor dan air selokan depan rumah meluap, maka air kotor pun membanjir masuk. Lingkungan kami kumuh dan berdesakan dengan tetangga. Listrik dipakai bersama-sama, jadi sering sekali 'njepret' alias turun sekringnya karena gak kuat.
Setiap kali ada anak tetangga sakit, salah satu anak saya pasti ada yang tertular, yang lalu menularkannya ke anak saya yang lain. Ramai-ramai sakit semua deh satu rumah. Akibatnya, uang tabungan tidak pernah ada. Setiap terkumpul sedikit, selalu ada kondisi darurat yang terjadi yang membuat semuanya habis tandas lagi.
Saya masih ingat betapa "malunya" saya ketika para murid saya memberi "kejutan" (alias tanpa pemberitahuan lebih dahulu) dengan mengunjungi saya sehabis melahirkan di rumah petak tersebut. Rumah yang sempit, dengan korden bekas sprei dan tanpa meja kursi.
Sungguh saya merasa sangat tidak layak untuk menjamu tamu di situ. Saya juga hanya punya 2 buah gelas yang biasa kami pakai berdua saja. Nah dengan tamu siswa satu kelas, bagaimana kami bisa menjamu mereka?
Dan saya guru mereka. Sungguh tidak nyaman dilihat siswa dalam kondisi seperti itu. Jangan salah, saya bukan malu akan kemiskinan saya, meski saya harus akui saya memang miskin.
Saya hanya tidak ingin dilihat murid-murid saya dengan tatapan iba, saya juga ingin punya sedikit 'wibawa' di depan mereka. Apakah itu berlebihan?
Ya, saya yakin semua orang menginginkan seperti yang saya inginkan pada waktu itu. Bukan harta benda melimpah berlebihan. Bukan.
Tapi hidup yang layak, bermartabat dan penuh pertolongan Tuhan pada saat diperlukan. Adalah suatu bonus tambahan bila kemudian kita bisa juga benar-benar kaya secara materi. Tapi paling tidak, hidup layak dan bermartabat harusnya bisa dinikmati semua orang.
Jangan sampai ada yang berpikir Tuhan menyayangi satu jenis manusia saja dengan memberi mereka kemudahan hidup, tapi lupa pada sebagian lainnya.
Sebagai penghiburan diri, akhirnya saya dulu sering memilih untuk berpikir bahwa mungkin kemiskinan saya ini memang sudah takdir, karena toh saya sudah berusaha untuk mengubahnya tetapi tidak bisa juga.
Betapa salah pemikiran saya ini, saya baru tahu bertahun-tahun kemudian.
Ya pembaca yang budiman, kemiskinan bukan takdir. Saya akan jelaskan lebih lanjut tentang ini di sini. Silahkan membacanya bila Anda tertarik mengetahui bantahan saya terhadap pandangan yang sangat lazim dipercaya orang ini.
Sementara itu saya akan lanjutkan cerita dengan akhir perjalanan dan pencarian saya akan kunci sukses sejati.
Perjalanan berliku hidup saya tersebut memang akhirnya menemukan jalan lurusnya setelah saya menemukan rahasia sukses terbesar yang bisa membalik kondisi miskin menjadi kaya dalam waktu sekejap.


Kini/Sesudah (After)


Karena katanya foto bisa bicara lebih banyak kata, saya akan pasang beberapa foto tentang saya, ketika masih tinggal di rumah kumuh dengan saat ini.
Rumah saya kini bukanlah rumah mewah. (Bukan ini yang saya inginkan). Tapi rumah saya aman, nyaman, bersih, indah, tenang, tentram, dan damai. Anak-anak saya sekarang bisa tumbuh besar, sehat dan bahagia di lingkungan yang bersahabat bagi mereka.
Penghasilan saya meningkat drastis dari ketika pertama saya bekerja, sangat drastis. Gaji yang saya terima sekarang ini nominal bersihnya 10 x dari yang saya terima 6 tahun lalu.
Sekarang saya menikmati pekerjaan saya. Karir saya maju terus. Saya dipercaya dan dihargai oleh kolega dan atasan, siswa dan orang tua mereka. (Padahal dahulu, saya bentrok terus dengan atasan dan nyaris disingkirkan karenanya. Dulu saya berangkat kerja karena harus, kalau tidak keluarga tidak makan, walau sebenarnya saya enggan sekali saking banyaknya intrik dan konflik di tempat kerja).
Dan sebagainya. Dan sebagainya.
Ya, kita bisa merubah nasib kita. Semua perubahan yang saya alami, terjadi karena saya menerapkan sendiri apa yang saya ajarkan di sini.

Berikut dua perbandingan kondisi berbeda tempat tinggal saya, dulu & kini.


the house of a loser the house of success
Anak-anak di depan rumah petak lama saya.
Perhatikan kekumuhan dinding dan sekitarnya.
Anak-anak di depan rumah baru saya (milik sendiri).
Perhatikan juga lingkungannya yang asri.

what I saw from my old ugly house what I see daily now from my dream house
Apa yang saya lihat di depan rumah saya
setiap hari, dulu. Kumuh menyesakkan.
Pemandangan yang bisa saya nikmati
tiap hari, kini. Indaaaah.....



Tell a Friend

Sukses untuk Semua, Anda juga bisa

Anda mungkin punya standar sukses yang berbeda dari saya. Dan keinginan Anda jelas lain dari saya. Tapi justru itulah indahnya sistem ini.
Siapapun Anda, apapun latar belakang Anda, apapun yang Anda inginkan, Anda BISA.
Obama bisa, Jamal Malik bisa (sudah nonton Slumdog Millionaire, belum? Keren, lho.), dan yang terpenting, orang biasa seperti saya saja, yang punya banyak sekali kelemahan dalam dirinya, bisa ...kenapa Anda tidak? (Saya 110% yakin, Anda juga bisa..;-))
Ingat saja akan tiga hal ini:
  • Mintalah, maka akan dikabulkan;
  • Bertanyalah, maka akan dijawab;
  • Carilah maka, akan kau temukan.
Kalau Anda mau mencari jalan itu, Anda pasti menemukannya. Kalau Anda meminta pertolongan itu, Anda pasti mendapatkannya.
Website ini mungkin adalah jawaban dan pertolongan yang sedang Anda cari itu. Jadi terimalah dengan tangan dan pikiran terbuka.
Sekali lagi, dengan dilandasi hasrat untuk berbagi ilmu dan untuk melihat orang lain sukses menikmati keberhasilan dalam hidup mereka, saya meluncurkan website ini. Saya ingin menyebarkan ilmu bagaimana cara 'mengail' kepada sebanyak mungkin orang sehingga mereka bisa 'menangkap ikan mereka sendiri' atau paling tidak tahu bagaimana caranya mendapatkan ikan mereka dalam situasi sesulit apapun tanpa harus menunggu datangnya hujan ikan dari langit.
Di masa-masa yang katanya dunia sedang krisis bahkan di ambang resesi ekonomi ini, adalah mimpi saya untuk melihat orang lain memiliki kekuatan pribadi yang kokoh sehingga tidak peduli apapun yang terjadi di sekitar mereka, tetap bisa tersenyum dan berkata:

"It's a beautiful life I have here. I am safe and protected.
Everything will be okay."


Ya hidup ini adalah sebuah perjalanan yang indah, seharusnya siapapun juga bisa menikmatinya, di setiap kondisinya.




PS. Tetapi, bila kebetulan Anda sedang merasa hidup ini tidak bersahabat, Anda tidak harus mengalaminya sendiri.
Saya pernah ada dalam posisi ketika saya sedang susah dan tidak ada seorang pun di samping saya.
Ini saja sudah cukup untuk membuat saya merasa begitu kesepian di dunia ini dan ingin rasanya mengakhiri hidup, karena tidak ada yang lebih menyedihkan selain mengalami penderitaan hidup dan kemudian harus mengalaminya sendirian pula.
Saya tahu bagaimana rasanya.
Tapi Anda tidak sendiri. Bila Anda sekedar ingin "curhat", perlu "nasehat" atau seorang "sahabat" saya hanya sejauh pesan email saja.
Apapun yang terjadi, Anda tidak pernah sendiri. Kalaupun Anda memang merasa sendiri, saya ada di sini.
Jangan segan sedikitpun untuk mengirimi saya: send me email. Tentang apa saja.


Salam Sukses Selalu,

astuti's signature

No comments:

Post a Comment