PPC Lokal Indonesia

Sunday, May 18, 2014

PERJALANAN HIDUP SEORANG SUFI

Belajar Hakikat dari Ikan Tua

ikankerenSekelompok ikan yang masih muda berkelana mencari samudera. Konon kabarnya menurut keyakinan mereka kalau samudera ditemukan maka mereka mendapatkan kehidupan yang abadi, bahagia selamanya karena samudera merupakan tujuan hidup hakiki. Begitu hebatnya samudera dalam pandangan mereka sehingga mereka meyakini bahwa samudera itu terletak di tempat yang sangat jauh dan sulit terjangkau, memerlukan perjalanan panjang untuk mencapainya.

Tasawuf Tanpa Tarekat (2)

Auliya Allah (Wali Allah) sosok yang saya Idolakan sejak kecil
Saya lahir dan besar di desa, dari kecil Nenek saya cerita bahwa di gunung yang ada di desa saya itu tinggal Aulia Allah (Wali Allah). Ketika akan datang musim menanam padi, dipuncak gunung Auliya  Allah akan mengibarkan bendera putih tanda mulai musim menanam padi dan kalau bendera itu sudah dinaikkan maka biasanya hasil padi akan baik dan tidak pernah mengalami gagal panen. Nenek saya juga cerita bahwa Auliya Allah tidak hari kerjanya hanya ibadah dan zikir saya dan saat itu saya tidak pernah menanyakan apa yang dimakan Auliya Allah di hutan, apakah mereka makan nasi atau makanan makanan lain. Bahkan saya meyakini bahwa Auliya Allah itu berbeda dengan manusia seperti kita, sosok gaib seperti malaikat itulah gambaran Auliaya Allah dalam pikiran saya.

Ka’bah VS Hati Wali

Diriwayatkan oleh Syaikh Syamsuddin at-Tabrizi bahwa suatu hari ketika Syaikh Abu Yazid al-Busthami sedang dalam perjalanan menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji, beliau mengunjungi seorang sufi di Bashrah. Secara langsung dan tanpa basa-basi, sufi itu menyambut kedatangan beliau dengan sebuah pertanyaan: “Apa yang anda inginkan hai Abu Yazid?”.
Syaikh Abu Yazid pun segera menjelaskan: “Aku hanya mampir sejenak, karena aku ingin menunaikan ibadah haji ke Makkah”.
“Cukupkah bekalmu untuk perjalanan ini?” tanya sang sufi.
“Cukup” jawab Syaikh Abu Yazid.
“Ada berapa?” sang sufi bertanya lagi.
“200 dirham” jawab Syaikh Abu Yazid.
Sang sufi itu kemudian dengan serius menyarankan kepada Syaikh Abu Yazid: “Berikan saja uang itu kepadaku, dan bertawaflah di sekeliling hatiku sebanyak tujuh kali”.
Continue reading

Murid yang Tamat Berguru

Berikut adalah cerita sufi tentang seorang murid yang telah tamat berguru. Cerita ini seringkali disampaikan oleh Guru saya kepada murid-muridnya. Biasanya cerita ini disampaikan kepada murid-murid yang masih tinggal bersama Beliau di Surau.
Suatu ketika anak surau yang berjumlah 35 orang itu dikumpulkan. Maklum, para pengabdi itu pun sudah dewasa dan mereka juga memikirkan ujung pengabdian. Mereka harus ke mana, mereka harus hidup berumah tangga, mencari pekerjaan dan lain-lain. Guru bila bercerita sangat menarik, mempesona dan membuat pendengar tak bergerak. Guru berkata, “Ada murid yang baru tamat berguru lalu ia pulang ke rumahnya. Di tengah jalan dilihatnya ada seorang putri raja yang aduhai cantiknya, sang putri sedang duduk di depan rumahnya yang indah. Si murid ini sangat terpesona dan tertarik dengan paras cantik putri itu. Dalam hatinya ia berkata, “Alangkah eloknya jika ia jadi istri dan pendamping hidup saya…?”

Memanggil Iblis

Abu Sa’id al-Kharraz (w. 277 H/890 M) adalah Sufi terkenal dengan sejumlah karya monumentalnya.  Ia berasal dari Baghdad dan berguru pada Dzun Nun al-Mishri dan an-Nabaji, juga berguru kepada Abu Ubaid al-Bishri dan Bishri Ibnu al-Harits.
Suatu hari, al-Kharraz bermimpi bertemu iblis. Iblis kelihatan menjauh darinya. Melihat iblis semakin menjauh lalu al-Kharraz pun memanggilnya.
“Hai Iblis! Kemarilah, apa sebenarnya maumu?,” katanya.
Continue reading

Potret Umar Bin Khattab Ketika Membaca Al Qur’an

Umar bin Khattab terkenal dengan keberaniannya. Bahkan, ia termasuk sahabat Rasulullah SAW yang paling keras dan galak. Tidak pernah melihat satu kemungkaran pun, kecuali ia menghancurkan kemungkaran itu dengan tangan dan keberaniannya. Karena itulah, ia dikenal dengan sebutan al-faruq yang berarti orang yang suka membedakan antara yang hak dan yang batil.
Namun, meski ia terkenal dengan sifatnya yang keras dan berani, ketika mendengar atau membaca ayat Al Qur’an, ia termasuk orang yang sering menangis dan lemah. Al Qur’an betul-betul telah memberikan pengaruh luar biasa terhadap diri dan jiwanya.

KAKEK TUA DAN WALI ALLAH

Cerita berikut adalah cerita Tasawufan, hanya sebuah anekdot sufi tentu saja tidak harus ditanggapi secara serius dan jika ada hal-hal kurang berkenan dalam cerita itu jangan terlalu serius ditanggapi anggap saja ini hanya sebuah cerita belaka.
Di sebuah Desa di daerah Sumatera tinggallah orang tua yang telah berumur 70 tahun. Sewaktu muda dia sangat rajin beribadah, namun ketika sudah tua mulai malas-malasan bahkan tidak pernah lagi melaksanakan shalat juga ibadah-ibadah lain.
Suatu hari ada seorang Wali Allah datang kekampungnya memberikan ceramah, kakek tua tadi ikut mendengarkan ceramah Wali tersebut. Tentu saja ceramah seorang Wali Allah berisi hakikat dan ajakan untuk memperbanyak ibadah sebagai persiapan ketika akan meninggal dunia.
Sang Wali Allah berkata,

Rindu Rasul

Suatu saat, ada orang yang ingin sekali bertemu dengan Nabi saw di mimpinya, tetapi keinginannya itu tak pernah terkabul; meskipun ia telah berusaha amat kuat dan keras. Ia meminta nasihat kepada seorang sufi. Sufi itu menjawab, “Anakku, pada Jumat malam nanti, banyak-banyaklah kau makan ikan asin, tunaikan salatmu, dan langsunglah engkau pergi tidur tanpa minum air setetes pun. Keinginanmuakan terpenuhi”.

PRAHARA KEMATIAN

Pada zaman dahulu kala diceritakan ada seorang guru sufi memiliki enam puluh murid. Karena kedekatannya, sang guru pun hafal benar dengan kamampuan masing-masing muridnya. Pada suatu sore sang guru merasa bahwa saatnya untuk melakukan pengembaraan (safar) sudah tiba bagi murid-muridnya.

BUAH MANGGIS

Seorang turis dari Siberia, sebuah daerah dekat kutub utara berkunjung ke Indonesia dalam rangka mengisi masa liburannya. Ini kunjungan pertama kali dia ke luar negeri, dan negara yang ingin dikunjunginya adalah daerah tropis yang terletak di khatulistiwa dengan ciri khas mengalami musim panas sepanjang tahun dan tentu amat berbeda sekali dengan negeri asalnya yang sepanjang tahun diliputi musim dingin.

ZUHUD YANG SEBENARNYA

Sulthanul Aulia Ahli Silsilah ke-36 yang
mendapat gelar “Master Dunia Akhirat” mengatakan:
Hanya orang bodoh dan orang gila yang tidak ingin kaya


CINTA RABIAH AL-ADAWIYAH

Pada suatu hari seorang lelaki datang kepada Rabiah al-Adawiyah al-Bashriyah dan bertanya, “Saya ini telah banyak melakukan dosa. Maksiat saya bertimbun meleblhl gunung-gunung. Andaikata saya bertobat, apakah Allah akan menerima tobat saya?” “Tidak,” jawab Rabiah dengan suara sangar. Pada kali yang lain seorang lelaki datang pula kepadanya. Lelaki itu berkata, “Seandainya tiap butir pasir itu adalah dosa, maka seluas gurunlah tebaran dosa saya.
Maksiat apa saja telah saya lakukan, baik yang kecil maupun yang besar. Tetapi sekarang saya sudah menjalani tobat. Apakah Tuhan menerima tobat saya?” “Pasti,” jawab Rabiah dengan tegas. Lalu ia menjelaskan, “Kalau Tuhan tldak berkenan menerlma tobat seorang hamba, apakah mungkin hamba itu tergerak menjalani tobat? Untuk berhenti darl dosa, jangan simpan kata “akan atau “andaikata” sebab hal itu akan merusak ketulusan niatmu.”
Memang ucapan sufi perempuan dari kota Bashrah itu seringkali menyakitkan telinga bagi mereka yang tidak memahami jalan pikirannya. Ia bahkan pernah mengatakan, “Apa gunanya meminta ampun kepada Tuhan kalau tidak sungguh-sungguh dan tidak keluar dari hati nurani?” Barangkali lantaran ia telah mengalami kepahitan hidup sejak awal kehadirannya di dunia ini. Sebagai anak keempat. Itu sebabnya ia diberi nama Rabiah. Bayi itu dilahirkan ketika orang tuanya hidup sangat sengsara meskipun waktu itu kota Bashrah bergelimang dengan kekayaan dan kemewahan. Tidak seorang pun yang berada disamping ibunya, apalagi menolongnya, karena ayahnya, Ismail, tengah berusaha meminta bantuan kepada para tetangganya.
Namun, karena saat itu sudah jauh malam, tidak seorang pundari mereka yang terjaga. Dengan lunglai Ismaill pulang tanpa hasil, padahal ia hanya ingin meminjam lampu atau minyak tanah untuk menerangi istrinya yang akan melahirkan . Dengan perasaan putus asa Ismail masuk ke dalam biliknya. Tiba-tiba matanya terbelak gembira menyaksikan apa yang terjadi di bilik itu.
Seberkas cahaya memancar dari bayi yang baru saja dilahirkan tanpa bantuan. siapa-siapa . “Ya Allah,” seru Ismail, “anakku, Rabiah, telah datang membawa sinar yang akan menerangi alam di sekitarnya.” Lalu Ismail menggumam, “Amin.” Tetapi berkas cahaya yang membungkus bayi kecil itu tidak membuat keluarganya terlepas dari belitan kemiskinan. Ismail tetap tldak punya apa-apa Kecuali tiga kerat roti untuk istrinya yang masih lemah itu. Ia lantas bersujud dalam salat tahajud yang panjang, menyerahkan nasib dlrinya dan seluruh keluarganya kepada Yang Menciptakan Kehidupan.
Sekonyong-konyong ia seolah berada dalam lautan mimpi manakala gumpalan cahaya yang lebih benderang muncul di depannya, dan setelah itu Rasul hadir bagaikan masih segar-bugar. Kepada Ismail, Rasulullah bersabda, “Jangan bersedih, orang salih. Anakmu kelak akan dicari syafaatnya oleh orang-orang mulia. Pergilah kamu kepada penguasa kota Bashrah, dan katakan kepadanya bahwa pada malam Jumat yang lalu ia tidak melakukan salat sunnah seperti biasanya. Katakan, sebagai kifarat atas kelalaiannya itu, ia harus membayar satu dinar untuk satu rakaat yang ditinggalkannya.
Ketika Ismail mengerjakan seperti yang diperintahkan Rasulullah dalam mimpinya, Isa Zadan, penguasa kota Bashrah itu, terperanjat. Ia memang biasa mengerjakan salat sunnah 100 rakaat tiap malam, sedangkan saban malam Jumat ia selalu mengerjakan 400 rakaat. Oleh karena itu, kepada Ismall diserahkannya uang sebanyak 400 dinar sesuai dengan jumlah rakaat yang ditinggalkannya pada malam Jumat yang silam. Itulah sebagian dari tanda-tanda karamah Rabiah al-Adawiyah, seorang sufi perempuan dari kota Bashrah, yang di hatinya hanya tersedia cinta kepada Tuhan. Begitu agungnya cinta itu bertaut antara hamba dan penciptanya sampai ia tidak punya waktu untuk membenci atau mencintai, untuk berduka atau bersuka cita selain dengan Allah.
Tiap malam ia bermunajat kepada Tuhan dengan doanya, “Wahai, Tuhanku. Di langit bintang-gemintang makin redup, berjuta pasang mata telah terlelap, dan raja-raja sudah menutup pintu ger- bang istananya. Begitu pula para pecinta telah menyendiri bersama kekasihnya. Tetapl, aku kini bersimpuh di hadapan-Mu, mengharapkan cinta-Mu karena telah kuserahkan cintaku hanya untuk-Mu.”
Fariduddin al-Attar menceritakan dalam kitab Taz-kiratul Auliya bahwa Rabiah pandai sekali meniup seruling. Untuk jangka waktu tertentu ia menopang hidupnya dengan bermain musik. Namun, kemudian ia memanfaatkan kepandaiannya untuk mengiringi para sufi yang sedang berzikir dalam upayanya untuk menekatkan diri kepada Tuhan. Selain itu ia mengunjungi masjid-masjid, dari pagi sampai larut malam. Namun, lantaran ia merasa dengan cara itu Tuhan tidak makin menghampirinya, maka ditinggalkannya semua itu.
Ia tidak lagi meniup seruling, dan ia tidak lagi mendatangi masjid-masjid. Ia menghabiskan waktu dengan beribadah dan berzikir. Setelah selesai salat isa, ia terus berdiri mengerjakan salat malam. Pernah ia berkata kepada Tuhan, “Saksikanlah, seluruh umat manusia sudah tertidur lelap, tetapi Rabiah yang berlumur dosa masih berdiri di hadapan-Mu. Kumohon dengan sangat, tujukanlah pandangan-Mu kepada Rabiah agar ia tetap berada dalam keadaan jaga demi pengabdiannya yang tuntas kepada-Mu.”
Jika fajar telah merekah dan serat-serat cahaya menebari cakrawala, Rabiah pun berdoa dengan khusyuk, “Ya, illahi. Malam telah berlalu, dan siang menjelang datang. Aduhai, seandainya malam tidak pernah berakhir, alangkah bahagianya hatiku sebab aku dapat selalu bermesra-mesra dengan-Mu. illahi, demi kemuliaan-Mu, walaupun Kautolak aku mengetuk pintu-Mu, aku akan senantiasa menanti di depan pintu karena cintaku telah terikat dengan-Mu.”
Lantas, jika Rabiah membuka jendela kamarnya, dan alam lepas terbentang di depan matanya, ia pun segera berbisik, “Tuhanku. Ketika kudengar margasatwa berkicau dan burung-burung mengepakkan sayapnya, pada hakikatnya mereka sedang memuji-Mu. Pada waktu kudengar desauan angin dan gemericik air di pegunungan, bahkan manakala guntur menggelegar, semuanya kulihat sedang menjadi saksi atas keesaan-Mu.
Tentang masa depannya ia pemah ditanya oleh Sufiyan at-Thawri: “Apakah engkau akan menikah kelak?” Rabiah mengelak, “Pernikahan merupakan keharusan bagi mereka yang mempunyai pilihan. Padahal aku tidak mempunyai pilihan kecuali mengabdi kepada Allah.” “Bagaimanakah jalannya sampai engkau mencapai martabat itu?” “Karena telah kuberikan seluruh hidupku,” ujar Rabiah. “Mengapa bisa kaulakukan itu, sedangkan kami tidak?” Dengan tulus Rabiah menjawab, “Sebab aku tidak mampu menciptakan keserasian antara perkawinan dan cinta kepada Tuhan.”

Ashabul Kahfi, Tertidur di Gua Selama Tiga Abad

Tujuh pemuda beriman ditidurkan oleh Allah SWT selama tiga abad lebih. Bukti kekuasaan-Nya, Yang Maha Berkuasa Menghidupkan dan Maha Mematikan. Pesta hari itu sangat meriah, seluruh penduduk Negeri Upsus, di pinggiran Kota Amman, Yordania, berpesta pora. Hidangan melimpah ruah. Ada riwayat yang mengungkapkan, peristiwa itu berlangsung puluhan tahun setelah zaman Nabi Isa. Di zaman Islam, […]

No comments:

Post a Comment